get app
inews
Aa Read Next : Putri Bupati Banjarnegara ke 16 Maju Pilkada Banjarnegara 2024, Ini Profilnya

Benarkah Nikah Siri di Indonesia Bisa Dipidana?

Jum'at, 09 Desember 2022 | 12:03 WIB
header img
Ilustrasi. Foto.net

PERNIKAHAN perupakan satu ritual sakral keagamaan yang dilindungi oleh Undang-undang, Hukum positif di Indonesia juga mengatur masalah pernikahan, hanya saja hukum ini tidak mengatur secara khusus mengenai perkawinan siri.
Menikah di bawah tangan dan tidak tercatat dalam administrasi kependudukan atau lebih dikenal dengan nikah siri bukanlah hal baru di Indonesia. Banyak pihak yang melakukan pernikahan secara siri dengan berbagai alasan. 
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, nikah siri berarti pernikahan yang hanya disaksikan oleh seorang modin dan saksi, tidak melalui pencatatan pernikahan pada Kantor Urusan Agama, sehingga pernikahan ini dinyatakan tidak sah menutut hukum negara, meskipun perkawinan tersebut sah menurut agama Islam. Ketentuan secara khusus mengenai nikah siri sendiri sampai saat ini belum diatur di dalam peraturan perundang-undangan yang ada. Sementara istilah siri sendiri berasal dari bahasa arab sirra, israr yang berarti rahasia.
Mendasar pada hukum yang ada, pernikahan bukan hanya sekadar untuk menghalalkan pergaulan lawan jenis, pernikahan merupakan satu perjanjian suci juga sakral yang mempersatukan hubungan antara laki-laki dan perempuan sesuai dengan ketentuan hukum negara dan agama. 
Untuk itu, secara khusus negara mengatur hal tersebut seperti yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 Pasal 2 Ayat (1). Peraturan tersebut menyebutkan keikutsertaan pemerintah dalam mengatur hak dan kewajiban kepada rakyat, sehingga bisa dijadikan pedoman dalam kehidupan bernegara yang memiliki nilai dan norma.
Meski sudah terdapat aturan dalam pernikahan, mengapa di kalangan masyarakat pernikahan siri masih menjadi opsi.
Mengutip Jurnal dari laman resmi Bimas Islam Kemenag, ada 3 (tiga) faktor yang paling banyak terjadi di kalangan masyarakat terkait opsi menikah secara siri. Alasan yang paling banyak dijumpai karena kedua belah pihak atau satu pihak belum siap secara finansial, status pasangan yang masih terlalu muda atau bahkan masih berstatus sebagai pelajar, faktor lain terjadinya pernikahan siri juga karena adanya keinginan berpoligami bagi kaum laki-laki yang belum mendapatkan izin dari istri sebelumnya, termasuk adanya kasus pernihakan yang dilakukan demi menutup aib karena kasus hamil di luar nikah.
Melihat beberapa persoalan di atas, pernikahan secara siri dianggap dapat menyelesaikan satu permasalahan, namun sebenarnya nikah siri yang dilakukan justru akan menambah masalah baru, bahkan dapat menimbulkan kerugian besar, sebab nikah siri nikah siri di negeri ini merupakan satu perbuatan melanggar hukum pidana.
Pernikahan secara siri atau nikah siri sah menurut kacamata agama, namun jika dilihat dari sistem bernegara, pernikahan siri ini merupakan satu tindakan pelanggaran hukum, karena pernikahan ini tidak tercatat secara resmi pada lembaga yang membidanginya, akibatnya pernikahan siri tidak memiliki kekuatan hukum dan sulit bagi yang bersangkutan untuk membuktikan status pernikahannya.
Masalah tersebut juga sebenarnya sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 22 tahun 1946 tentang pencatatan nikah, talak dan rujuk yang menyatakan bahwa pernikahan hanya dapat dibuktikan oleh pihak berwenang dan dibuktikan dengan adanya kutipan Akta Nikah yang diterbitkan oleh Pegawai Pencatat Akta Perkawinan.
Mengutip jurnal yang ditulis oleh Dosen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Dra. Sri Hilmi Pujihartati, M.Si, pernikahan siri ini memiliki dampak negatif ke depan, seperti legalitas anak dimata negara yang dibuktikan dengan diterbitkannya akta kelahiran.
Jika terjadi perceraian dari pernikahan siri, pihak istri juga sulit untuk mendapatkan hak atas harta bersama maupun harta warisan dari suami, dan jika suami berprofesi sebagai ASN, istri maupun anak tidak berhak atas biaya tunjangan apapun.
Sebenarnya, pernikahan siri yang dilakukan warga negara Indonesia mutlak melanggar Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1946. Dalam Undang-undang tersebut jelas mengatakan bahwa setiap pernikahan harus diawasi pegawai pencatat pernikahan, negara juga mengatur sebab akibat yang ditimbulkan dari pernikahan siri sesuai dengan Pasal 284 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Jika tidak tercatat, sesuai dengan perundangan yang ada, maka pernikahan siri masuk dalam kategori perzinahan yang dapat diancam pidana penjara paling lama sembilan bulan, serta Pasal 279 KUHP Ayat (1) tentang barang siapa mengadakan perkawinan padahal mengetahui bahwa perkawinan tersebut menjadi penghalang perkawinan yang sah, diancam dengan pidana (5) lima tahun penjara.
Rancangan Undang-undang (RUU) Hukum Materiil Peradilan Agama Bidang Perkawinan juga turut mengatur pernikahan bagi warga yang beragama islam, Pasal 143 RUU menyebutkan ‘Setiap orang dengan sengaja melangsungkan perkawinan tidak dihadapan Pejabat Pencatat Nikah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 Ayat (1) di pidana dengan pidana denda paling banyak Rp 6.000.000,- (enam juta rupiah) atau hukuman kurungan paling lama 6 (enam) bulan.
Dari pernyataan dan data diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pernikahan siri ini terjadi karena kurangnya pendidikan karakter dan rendahnya tingkat ekonomi. Tentunya masalah ini berkaitan dengan suatu ketidakmampuan finansial dan rendahnya pendidikan seseorang yang menyebabkan hal itu terjadi.
Meski aturan sudah tegas menyebutkan adanya tidak pidana dari pernikahan siri, hal tersebut dinilai masih belum efektif, terlebih pernikahan siri ini sendiri sifatnya tertutup dan cenderung berada di tempat tempat yang tidak terlalu tersorot oleh pihak pemerintah. Sehingga diperlukan pendidikan dan pemahaman tentang perundangan sebagai upaya pencegahan terjadinya pernikahan dini seperti yang telah disebutkan sebelumnya.
Pernikahan dini sendiri menjadi yang paling dominan dar terjadinya nikah siri, sehingga butuh pemahaman dan pendidikan yang lebih agar masyarakat tidak terjerumus dalam kasus hukum akibat ketidak tahuannya.
Pendidikan pencegahan pernikahan dini dapat dilakukan melalui berbagai cara, baik melakukan sosialisasi langsung, melalui iklan layanan masyarakat pada media massa, atau juga terjun langsung ke sekolah-sekolah.
Pernikahan siri cenderung banyak memberikan dampak negatif bagi pihak perempuan dan anak. Karena dilakukan secara siri, anak dari pernikahan siri ini dinyatakan tidak sah secara hukum dan akan terjadinya kehilangan hubungan hukum antara sang anak dan ayahnya.
Adanya aturan ini tentunya memiliki tujuan yang baik, sebab pemerintah telah melalui berbagai kajian sebelum menerbitkan aturan, termasuk untuk melindungi hak dan kewajiban agar kesejahteraan hidup warga negara Indonesia terjamin, khususnya tentang terlaksananya asas persamaan kedudukan setiap warga negara di hadapan hukum. Sehingga masyarakat yang akan melakukan pernikahan siri harus berpikir ulang sebelum bertindak.

 

Penulis : Zahranisfi Ma'rifaturrachim

Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta

Editor : Adel

Follow Berita iNews Banjarnegara di Google News Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut