BANJARNEGARA,iNewsBanjarnegara.id-Sempat hilang sejak puluhan tahun lalu, sejumlah tokoh dan masyarakat adat Desa Karanganyar, Kecamatan Kalibening, Banjarnegara kembali menghidupkan tradisi Telasan.
Telasan merupakan tradisi dan budaya leluhur warga Desa Karanganyar sejak zaman penjajahan, namun tradisi ini sempat hilang pada tahun 1980an saat sesepuh adat desa setempat meninggal dunia, namun tradisi ini kembali dihidupkan oleh warga dan sesepuh desa pada lebaran tahun ini.
Telasan merupakan satu tradisi turun temurun warga dalam menyambut awal bulan Syawal, hal ini juga menjadi satu ajang silaturahmi dan saling berbagi sesama warga, sayang budaya ini mulai hilang sejak puluhan tahun lalu. Tradisi Telasan ini dimulai dengan berkumpulnya para warga di satu tempat, dimana masing-masing warga membawa tenong yang sudah berisikan makanan.
Sesepuh Dusun Karangtengah, Desa Karanganyar, Kecamatan Kalibening Hadi Susilo mengatakan, Tradisi Telasan ini merupakan warisan leluhur yang sempat hilang pada tahun 1980an seiring meninggalnya sesepuh desa Mbah Penatus, bahkan dirinya masih ingat tradisi menjadi satu kegiatan yang ditunggu-tunggu, sebab kegiatan ini dilakukan pada 1 Syawal setelah warga melaksanakan salat Idul Fitri.
Telasan ini sendiri mengandung makna selesai, artinya warga telah melaksanakan ibadan puasa selama sebulan penuh di bulan Ramadan, tetapi adanya perbedaan Lebaran ini membuat tradisi Telasan dilakukan pada H+2 lebaran.
Dalam kegiatan ini, seluruh warga membawa tenong yang sudah berisikan aneka makanan dengan berjalan kaki menuju Balai Rakyat, sesampainya di lokasi, sesepuh desa memberikan sambutan dan dilanjutkan dengan doa bersama.
"Pada kegiatan ini, seluruh warga saling ikhlas memaafkan, mereka juga saling bertukar tenong untuk makan bersama sebagai wujud syukur dan siap untuk memulai kehidupan yang lebih baik setelah menjalani masa penggemblengan selama Ramadan," katanya.
"Alhamdulillah tahun ini mulai dihidupkan kembali, kita bisa melihat warga guyub rukun dalam kegiatan ini, saling berjabat tangan dan memaafkan. Untuk makanan yang dibawa, itu sesuai dengan selera dan kemampuan masing-masing," ujarnya.
Dikatakannya, masih jelas dalam benaknya saat warga melakukan tradisi Telasan saat itu, bahkan dia masih mengingat betul makanan istimewa yang dibawa warga untuk makan bersama di Balai Rakyat.
"Dulu menu istimewa itu ikan emas besar, mungkin besarnya bisa sampai 1 kilogram. Saya ingat dulu diminta membawa tenong, mewakili mertua saya. Saya hanya berani makan secuil saja, karena takut dengan mertua," katanya.
Tradisi ini menjadi perhatian khusus bagi pemerhati sejarah lokal Banjarnegara Heni Purwono, menurutnya tradisi ini sangat baik dan layak untuk dipertahankan sebagia kearifan lokal yang sarat akan makna kebersamaan.
"Kalibening punya tradisi positif Gubyah yang masih populer, karena selain upaya spiritual mengundang hujan melalui aktivitas parak ikan juga tradisi itu berimplikasi positif karena membersihkan sungai juga. Telasan juga demikian, ada nilai berbagi dan kebersamaan yang saat ini mulai luntur. Hal ini perlu dilestarikan dan diwariskan kepada generasi saat ini dan masa datang," katanya
Editor : Adel