Kegelisahan dunia kesehatan dunia, termasuk di Indonesia, tidak hanya masalah dibidang tranformasi digital dalam system pelayanan kesehatan namun tranformasi versus tatalaksana dan therapy yang berkembang karena dinamisnya pemikiran manusia dalam usaha mensejahterakan diri versus sosial dengan definisi dan pemahaman sesuai dengan keyakinan pembuktian yang dilaksanakan manusia untuk terus menggali ilmu di semesta Alam, bagi manusia yang beragama itu adalah bagian ilmu Tuhan dan bagi Muslim itu merupakan sunatullah untuk selalu berpikir tentang ayat-ayat Allah di semesta ini yang disebut ayat kauniyah, dan bahwasanya memang mudah jika manusia mau belajar.
Manusia sebagaimana para fisikawan dan ahli biologi tingkat dunia memahami dan menyatakan bahwa manusia adalah makhluk entitas terbuka, dimana sel nya dimasuki oksigen dan gas lainya dengan mekanisme tertentu sehingga muncullah tory hyperbaric baik dengan oksigen maupun hydrogen dan sebagainya. Manusia bias diinfus dengan cairan elektrolit yang sejenis, dimasukan gula sesuai kebutuhan viskositasnya dengan dextrose, diberikan antibiotik dimana didalam tubuh manusia juga mengandung banyak kuman, diberi genetika tumbuhan yang mengandung kebutuhan essensial maupun non essensial dalam tubuh baik vitamin maupun mineral. Membutuhkan energi cahaya dan listrik maupun gelombang elektromagnetik sehingga mampu di ronsen, di ultrasonografi maupun di therapi dengan radiasi.
Salah satu ilmu trend yang lain adalah bagaimana manusia kemudian juga menemukan sel induknya sendiri untuk dipanen sehingga mempercepat penyembuhan dengan factor pertumbuhanny sendiri atau dari orang lain sampai sel induk sendiri maupun milik pribadi lain yang memiliki kesamaan untuk merestrukturisasi , mensubtitusi bahkan meregenerasi, dan disebut anti aging. Sel induk pun dijual dan dijadikan therapy, disaat trend bisnis obat yang terdahulu akan disebut sebagai kedokteran konservatif. Manusia menjadi memilah –milah keholistikan entitas manusia itu sendiri bahwa tiap tubuhnya yang terdiri dari organ, jaringan dan sel itu mempunyai karakter yang berbeda sedang secara umum sama secara makroskopis.
Kegelisahan bisnis stemcell di luar negeri akhir-akhir ini mencuat di amerika bahkan telah di gugat oleh para Jaksa Agung , seperti ditulis oleh wartawan kenamaan Amerika Serikat Heather Hollingsworth pad tanggal 15 Juni 2024 pada pukul 22.41 GMT+7 , yang dimuat di upnews.com ," Some hawking stem cells say they can treat almost anything. They can’t " dalam liputan dan tulisannya menyebutkan bahwa cara bisnis penyuntikan stemcell sudah tidak melalui hukum yang selama ini ada dan belum di amandemen, sebagian diundang seminar diberikan edukasi dan ada agen tokoh maupun pemerintah diberikan secara gratis, kemudian yang lainya membayar.
Cara lain diundang seminar dan diberikan edukasi dan disuntik dirumah sendiri dan tidak semuanya berhasil. Dalam tulisan di situs tersebut , Heather juga memuat ilustrasi bahwa penyuntikan stemcell sudah melebihi harga biaya operasi paling besar dan obat-obatan selama ini, dan oleh sebagian jaksa disana disebut kriminal.
Selebaran di Amerika menurut liputan Heather , menjanjikan “Hidup Tanpa Rasa Sakit!” melalui suntikan sel induk atau infus yang diberikan di rumah pasien sendiri, ini sangat menarik karena lebih dari 20% orang dewasa di AS menderita sakit kronis. Selebaran tersebut mengundang warga untuk makan malam gratis di seluruh negara bagian. Setelah itu, staf penjualan melakukan perjalanan ke rumah calon pelanggan untuk melakukan promosi bertekanan tinggi yang disamarkan sebagai pra-pemutaran.
Menurut jaksa, lebih dari 250 orang mendaftar, masing-masing membayar $3.200 hingga $20.000 dengan total $1,5 juta. Untuk itu, seorang perawat praktisi datang ke rumah mereka untuk memberikan suntikan dan infus berisi sel induk yang berasal dari tali pusat, entah tali pusat bayi berasal dari mana perlu ditelusuri sesuai dengan standarisasi FDA.
Sebagian ahli kedokteran dan para ahli hukum dan regulator secara bergantian menyebut perlakuan semacam itu sebagai penipuan, dan banyak yang tidak terbukti, karena tidak memiliki penelitian yang bermanfaat seperti penggunaan antibiotic yang irasional dan saat ini banyak penggunaan stemcell yang juga tidak rasional dengan biaya fantastis yang penyembuhannya tidak terbukti. Situs tersebut juga menyebutkan dalam beberapa kasus, penelitian telah mendokumentasikan dampak buruk yang nyata.
Namun praktek tersebut marak bahkan beberapa rumah sakit dan klinik bahkan universitas digunakan untuk back up framming, bahkan meski dengan dalih penelitian, penyuntikan yang seharusnya tidak berbayar secara hukum pada prakteknya sudah diperjual dengan standar gaya hidup, bahkan di Indonesia seorang dokter hewan memberikan suntikan stemcell yang berasal darimana tidak terkonfirmasi dengan baik sesuai legalitas hukum yang dianut bangsa ini di dunia kesehatan.
Heather menulis bahwa musim gugur yang lalu, Jaksa Agung Lowa menggugat dua pemilik klinik yang mengklaim sebagai laboratorium sekaligus pusat penelitian yang bertanggung jawab atas cara enterpreunership dengan endorsement dengan pesohor kepada konsumen, dan banyak dari mereka yang tertipu adalah orang lanjut usia.
Dalam mengajukan gugatan disebutkan , di Iowa bergabung dengan Jaksa Agung di negara bagian New York, North Dakota , Georgia, Nebraska, Arkansas, dan Washington yang telah menggugat perusahaan-perusahaan yang mengeluarkan produk stemcell dengan tuduhan bahwa mereka secara curang mempromosikan pengobatan sel induk yang tidak terbukti, penelitian yang belum selesai dan menjual produk yang masih dalam proses penelitian bahkan hasil penyuntikan kepada pasien dianggap sebagai data penelitian, ini jelas melanggar kode etik dan hukum prosedur FDA.
Bagaimana di Indonesia, apakah juga BPOM mengikuti langkah tatalaksana therapy cell sesuai undang-undang?
Sel induk telah lama menarik perhatian para peneliti karena kemampuannya untuk bereproduksi dan, dalam beberapa kasus, berubah menjadi jenis sel lain. Oleh karena itu, mereka dianggap berpotensi untuk mengobati banyak penyakit dan cedera. Namun FDA hanya menyetujui sedikit terapi tersebut, dan hanya untuk beberapa bentuk kanker darah dan gangguan sistem kekebalan tubuh. Sel induk dianggap eksperimental untuk sebagian besar kegunaan, meskipun dipasarkan sebagai pengobatan untuk segala hal mulai dari autisme dan emfisema hingga cedera olahraga.
FDA telah berulang kali memperingatkan masyarakat Amerika untuk mewaspadai bisnis yang menjual terapi sel induk yang tidak disetujui, tidak terbukti, dan mahal, yang terkadang menyebabkan kebutaan, infeksi bakteri, dan tumor.
Situs upnews.com menulis bahwa FDA dalam pemberitahuannya pada tahun 2020, badan tersebut menyatakan keprihatinannya mengenai pasien yang disesatkan mengenai produk yang “ dipasarkan secara ilegal, belum terbukti aman atau efektif, dan, dalam beberapa kasus, mungkin memiliki masalah keamanan yang signifikan ”. Salah satu dokter ahli mata, Jeffrey Goldberg, Ketua oftalmologi di Byers Eye Institute di Universitas Stanford, yang karyanya telah mendokumentasikan kehilangan penglihatan pada beberapa pasien yang diobati dengan sel menyesalkan bahwa orang-orang “sangat bersedia mengeluarkan uang. sejumlah besar uang untuk hal-hal yang tidak terbukti dan dalam beberapa kasus, secara eksplisit bersifat palsu, yang disebut terapi ”. Sejak Agustus 2017 , FDA telah mengeluarkan sekitar 30 surat peringatan mengenai pengobatan yang belum terbukti.
Bagaiama BPOM RI dan penegak hukum di Indonesia apakah juga melakukan investigasi yang sama terhadap proses yang dilakukan di laboratorium darimana sumber asli stemcellnya apakah sudah beriji edar BPOM atau dengan dalih dukungan para pesohor dan petinggi sehingga aspek non legal tetap berjalan.
Di Amerika, Para ahli lainya , termasuk Dr. Paul Knoepfler, peneliti sel induk di Universitas California di Davis, dan Leigh Turner, ahli bioetika di Universitas California, Irvine, termasuk di antara mereka yang menyuarakan kekhawatiran bahwa tindakan federal tersebut terlalu sedikit untuk diatur. sebuah industri di AS yang diperkirakan Turner pada tahun 2021 mencapai 2.700 klinik.
Negara melalui Kementrian Kesehatan dan BPOM dapat diminta keterangan dan bahkan bias memberikan sangsi, termasuk jika ada organisasi profesi atau institusi pendidikan yang dipakai namanya sebagai bemper tatalaksana illegal tersebut. Para operator yang tidak patuh regulasi dan kompetensi yang melaksanakan penjualan dan pengaplikasian barang illegal dan jelas melanggar tindakan hukum yang berlaku baik etik maupun kriminal.
Di amerika FDA menawarkan pelatihan kepada jaksa agung yang menangani kasus-kasus semacam itu. Peter Marks, direktur Pusat Evaluasi dan Penelitian Biologi FDA, mengatakan regulator federal bermitra dengan penegak hukum negara bagian dalam " misi bersama ”. Hal ini menempatkan orang-orang seperti Jaksa Agung Iowa Brenna Bird di garis depan. Tahun lalu, Bird mengajukan kasus ini atas surat-surat yang menawarkan kehidupan bebas rasa sakit kepada warga Iowan, dengan menyebut Biologics Health dan Summit Partners Group yang sekarang sudah dibubarkan, yang beroperasi dengan nama Summit Health Centers, sebagai tergugat. Negara bagian juga menggugat pemilik perusahaan: Rylee Meek, dari Prior Lake, Minnesota, dan Scott Thomas, dari Thonotosassa, Florida.
Beberapa media menulis investigasi bahwa para pasien mendengarkan presentasi mereka tentang bagaimana sel induk dapat memperbaiki kerusakan yang terkait dengan nyeri punggung atau sendi, kemudian ada salah satu dari mereka yang mendorong menyatakan setelah disuntik nyaman. Klaim tersebut muncul meskipun ada peringatan FDA bahwa belum ada produk semacam itu yang disetujui untuk mengobati kondisi apa pun.
Salah satu kesaksian menampilkan seorang wanita yang mengatakan bahwa dia menderita multiple sclerosis, fibromyalgia, masalah sendi degeneratif, dan skoliosis.
Ini menyiratkan bahwa pengobatannya bekerja dengan sangat baik sehingga dia bisa berhenti menggunakan alat bantu jalan dan mengonsumsi opioid. Jaksa penuntut mengatakan bahwa banyak orang yang percaya bahwa sel induk efektif dalam mengobati semua kondisi yang disebutkan. Perusahaan yang mengaku membuat stemcell menawarkan paket mulai dari 5 juta sel hingga 60 juta sel untuk menyembuhkan penyakit pelanggan. Gugatan Lowa menggambarkan praktik tersebut sebagai “eksperimen yang tersebar dan bertujuan mencari keuntungan.” Dan disinyalir di Indonesia praktek serupa disinyalir terjadi. Penelitian menunjukkan sel-sel mati sering kali disuntikkan, kata Knoepfler, bahkan kita tidak tahu cell berasal darimana. Kasus Iowa masih dalam tahap penemuan, dengan sidang dijadwalkan pada Maret 2025.
Keluhan, yang oleh para pengusaha digambarkan sebagai “jarang”, muncul, termasuk dari seorang pria yang nyeri pinggulnya tidak kunjung membaik setelah menjalani perawatan senilai $5.845. Istrinya membayar $2.650 untuk miliknya. Orang lain mengatakan dia “tidak mengalami perbaikan apa pun” setelah menghabiskan $16.580 untuk membantu nyeri saraf skiatik dan radang sendi yang dideritanya.
Dalam perkembangan dunia kedokteran diketahui di indonesiam undang undang sel punca atau sem cell telah diatur dan harus melalui berbagai tahap, dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor Menteri Nomor 833/MENKES/PER/IX/2009 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Sel Punca; dan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 834/MENKES/SK/IX/2009 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Medis Sel Punca, serta Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, pemerintah mendukung perkembangan teknologi kesehatan menuju ketahanan di bidang kefarmasian dan alat kesehatan di Indonesia.
BPOM tentunya ikut mendukung hal ini, antara lain melalui pengembangan pedoman-pedoman yang terkait pengolahan sel punca, dukungan asistensi regulatori dalam bentuk kegiatan pelaksanaan diskusi dan konsultasi, peningkatan kompetensi personil, dan melakukan kegiatan asistensi onsite untuk bisa memberikan masukan perbaikan sesuai ketentuan cara pembuatan obat yang baik (CPOB). Selanjutnya, untuk percepatan penggunaan fasilitas, BPOM akan mengawal proses perolehan sertifikasi CPOB.
Di dunia kedokteran memang berkembang semua penelitian yang bersifat mempelajari entitas terkecil dalam tubuh manusia dalam bentuk therapy sel baik dari tubuh manusia sendiri maupun dari sel induk janin atau milik orang lain sehingga disebut transplantasi stemcell. Yang dikhawatirkan ulama adalah cara cara yang haram dan tidak seharusnya dilakukan karena hubungannya dengan genetika, apalagi jika memakai gen yang tidak legal secara hukum dan agama apalagi jika berasal dari hewan yang dipakai selnya yang sama dengan manusia.
Versus tatacara hukum sekarang yang belum di amandemen sehingga disebut illegal. Tentunya semua harus arif tentang praktek therapy stemcell allogenic ini yang semakin popular dengan endorsement yang menutupi proses ilmiah dan etika yang disamarkan. Tentunya para ahli etik dan medicolegal memahami bagaimana agar semua kembali ke jalurnya sehingga tidak hanya berorientasi pada materi sehingga harga yang mahal dan fantastis tidak masuk akal untuk therapy yang belum terstandarisasi. Kemenkes dan BPOM sebagai wakil negara tentunya menjadi parameter bagi para penegak hukum ikut mengawal untuk mengatasi keresahan ilmuwan dan ahli yang selama ini memakai hukum normatif yang ada. (Goes Oeji)
Editor : Adel
Artikel Terkait