BANJARNEGARA, banjarnegara.inews.id — Di Desa Gumelem Kulon, Kecamatan Susukan, Kabupaten Banjarnegara, ada sebuah tradisi turun-temurun yang terus dijaga oleh masyarakat setempat, yaitu Gethekan. Tradisi ini merupakan wujud syukur atas hasil panen dan bentuk rasa terima kasih kepada Yang Maha Kuasa atas limpahan rezeki. Selain Gethekan, di Desa Gumelem Kulon juga terdapat ritual Ujungan untuk meminta hujan serta Nyadran Gedhe yang menjadi bagian dari kehidupan warga.
Kepala Desa Gumelem Kulon, Arief Machbub, mengungkapkan bahwa tradisi ini memiliki nilai luhur sebagai ungkapan among rasa, among raga, dan among budaya. Gethekan sendiri dilakukan setiap enam bulan sekali, dengan warga desa berkumpul untuk melaksanakan syukuran bersama. Mereka menikmati hidangan dalam kebersamaan, yang menjadi simbol persatuan dan rasa syukur kepada Tuhan.
"Kami sebagai pemerintah desa selalu mendukung pelestarian tradisi Gethekan ini sebagai bentuk kearifan lokal. Saya yakin, leluhur kita menciptakan tradisi ini dengan tujuan yang baik, membawa manfaat dan keberkahan bagi seluruh warga Gumelem," ujar Arief.
Tradisi Gethekan bukan hanya mencerminkan rasa syukur masyarakat Gumelem Kulon, tetapi juga menjadi wadah untuk mempererat tali persaudaraan dan menjaga kelestarian budaya di tengah perubahan zaman. Di tengah derasnya arus modernisasi, warga Gumelem Kulon memilih untuk tetap menjaga warisan yang telah diturunkan dari generasi ke generasi ini.
Dengan tetap melestarikan Gethekan, Desa Gumelem Kulon menunjukkan komitmen mereka dalam menjaga nilai-nilai luhur budaya, memastikan bahwa kearifan lokal yang diwariskan oleh leluhur akan terus hidup dan bermanfaat bagi generasi mendatang.
Tidak hanya sekadar ritual, Gethekan juga menjadi ajang mempererat tali persaudaraan antarwarga. Dalam acara ini, warga dari berbagai lapisan masyarakat hadir dan berbagi dalam suasana kekeluargaan. "Tradisi Gethekan dianggap membawa maslahat bagi kehidupan warga Gumelem, mengingatkan mereka untuk senantiasa bersyukur dan menjaga kebersamaan di tengah perkembangan zaman," katanya.
Tradisi Gethekan ini menunjukkan bahwa masyarakat Desa Gumelem Kulon memiliki kesadaran yang tinggi untuk melestarikan adat dan budaya sebagai bagian dari identitas mereka. Di tengah arus modernisasi, desa ini tetap mempertahankan nilai-nilai leluhur yang diwariskan dari generasi ke generasi. Melalui Gethekan, masyarakat Gumelem Kulon terus menghidupkan semangat gotong royong dan kebersamaan yang menjadi ciri khas budaya Jawa. Tradisi syukuran ini menjadi pengingat bahwa dalam kebersamaan, terletak kekuatan dan keberkahan yang tak ternilai, sebuah warisan yang tak lekang oleh waktu.
Menurut Arief, pada hari pelaksanaan, warga yang sebagian besar adalah generasi dewasa dan lanjut usia, membawa tenong, keranjang bambu berisi nasi tumpeng lengkap dengan lauk-pauk yang ditata di atas daun pisang. Mereka berkumpul di Paseban Agung Gumelem, sebuah tempat sakral bagi warga setempat, dan memulai acara dengan berziarah ke makam Ki Ageng Giring dan Ki Ageng Gumelem atau Kyai Hasan Besari, leluhur desa yang dihormati.
Setelah acara seremonial sambutan kepala desa, Gethekan langsung dimulai dengan diawali doa bersama dipimpin oleh Sujeri sebagai juru kunci desa. Doa bersama ini menjadi momen khidmat, di mana warga memohon keberkahan dan keselamatan bagi desa mereka. Tradisi ditutup dengan makan bersama, menciptakan suasana kebersamaan yang akrab dan penuh kehangatan.
Ketua Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Banjarnegara Heni Purwono mengatakan, kegiatan tersebut menandakan situs-situs Gumelem vital untuk dilestarikan dan ditetapkan sebagai Cagar Budaya. " Masyarakat pendukung budaya Gumelem sangat aktif dalam memanfaatkan situs cagar budaya yang ada di sana. Maka sangat penting pemerintah segera menetapkannya sebagai cagar budaya. Beberapa objek seperti pintu, pagar dan cungkup makam terlihat rusak dan perlu diperbaiki sesuai kaidah pelestarian cagar budaya. Jangan sampai budaya Gumelem yang dinamis terbengkalai dan tidak dirawat," kata Heni.
Editor : Adel