Hutan Pegunungan Rogojembangan Makin Rusak, Mahasiswa dan Masayarakat Desak Tindakan Tegas Perhutani
BANJARNEGARA,banjarnegara.iNews.id - Hutan yang berada di Pegunungan Rogojembangan Kecamatan Wanayasa Kabupaten Banjarnegara, kini memasuki fase kritis. Perambahan dan penguasaan lahan secara ilegal yang terus meluas dalam beberapa tahun terakhir disebut berlangsung tanpa pengawasan yang memadai.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Presiden BEM STIMIK Tunas Bangsa Banjarnegara, Sultan Fauzi, dalam diskusi publik menjelang peringatan Hari Bumi Sedunia yang digelar di kampus STIMIK Tunas Bangsa, Jumat (18/4).
Menurut Sultan, data yang dibahas dalam forum itu menunjukkan bahwa ratusan hektare kawasan hutan Perhutani telah berubah fungsi menjadi kebun sayuran. "Perambahan sudah sangat sporadis dan tak terkendali. Ini meningkatkan risiko bencana seperti banjir bandang, longsor, hingga pencemaran sumber mata air yang semakin mengkhawatirkan," ujar Sultan.
Forum tersebut diikuti oleh berbagai elemen, mulai dari mahasiswa, pelajar OSIS dan OSIM, hingga kelompok masyarakat. Mereka menuntut penghentian total seluruh aktivitas perambahan hutan dan mendesak Perhutani, khususnya KPH Banyumas Timur, untuk mengambil langkah tegas secara administratif maupun operasional. "Perlu ada tindakan nyata dalam 30 hari ke depan, termasuk pelaporan terbuka kepada kepolisian terhadap pihak-pihak yang merusak hutan," tegasnya.
BEM STIMIK Tunas Bangsa juga mengeluarkan peringatan keras bila tuntutan tidak dipenuhi dalam waktu wajar, mereka siap menggalang aksi massa serta menyebarluaskan hasil investigasi ke media nasional, Ombudsman RI, dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. “Kami tidak akan tinggal diam saat warisan ekologis kami dihancurkan secara sistematis,” tegas Sultan.
Kepala Pelaksana BPBD Banjarnegara, Aji Piluroso, yang turut menjadi narasumber diskusi, memperingatkan bahwa 70 persen wilayah Banjarnegara masuk dalam zona rawan bencana. "Kami terus mengedukasi masyarakat untuk tidak merusak alam. Ancaman terhadap keselamatan warga nyata jika kerusakan ini terus terjadi," katanya.
Fajar, seorang aktivis lingkungan dari Kecamatan Batur, menyebut bahwa pola perambahan di Rogojembangan mirip dengan yang pernah terjadi di wilayahnya. Menurutnya, sejumlah LSM dari luar daerah diduga mengiming-imingi warga dengan janji sertifikat lahan jika bersedia menggarap kawasan hutan. "Ini bukan sekadar kerusakan lingkungan, tapi juga merusak tatanan sosial warga. Perhutani, Pemkab, dan aparat hukum harus segera bertindak," ujar Fajar.
Menurut Fajar, ketidaktegasan Perhutani justru memperkeruh suasana sosial di desa-desa sekitar hutan. "Ada konflik antarwarga dan keluarga karena perbedaan sikap terhadap perambahan ini," ungkapnya.
Menanggapi hal itu, Kepala BKPH Karangkobar Pratikno, mewakili KPH Banyumas Timur, menjelaskan bahwa ada mekanisme kerja sama pemanfaatan hutan secara legal. "Masyarakat dipersilakan memanfaatkan lahan di bawah tegakan sesuai ketentuan. Kami juga rutin memberi imbauan lewat rapat warga dan papan peringatan," katanya.
Editor : Adel
Artikel Terkait